Pages

Senin, 13 Desember 2010

Dua Dunia

Secuap kata terhempas ditelan kesunyian
Lolongan anjing pemecah
Hening kembali hadir
Malampun mempermainkan jiwaku
Menghadirkan seribu kata satu pertanyaan
Dimana?
Jawaban yang tak kunjung memdapatkan kepuasan
Lelah
Membiarkan teka-teki terurai
Dengan pertaruhan di meja judi
Kuisap kembali sisa rokok
Duduk ku dalam hingar bingar lampu
Menatap gedung yang kokoh
Namun, aku bukan disini
Dan bukan aku
(Taman Ismail Marzuki, 12/12/10)

Sabtu, 13 November 2010

kematian benteng

suara yang pernah kuagung-agungkan
memudar

hancur
lebur
kenapa?

kiranya cukup permainan gejolak
yang melelahkan
suara-suara lain mengiang
(sekret,13/10, matahari hendak muncul)

Jumat, 12 November 2010

adakah tangis benar benar tangis

ada tangis
ada tawa

tertawa ditengah tangis
tangis ditengah tawa

siapa yang menangis
dan siapa yang tertawa

pengorban untuk kehidupan
korbakan untuk rasa

simpatikah

atau rasa sekedar pembalut pandang
cukuplah tangis mengisi pembendaharaan kata
yang terangkum dalam ribu-ribu lembar-lembar

jika hati yang menangis
untuk meratapi

atau kita akan tertawa
sambil berbicara tentang kemanusian di kafe-kafe
dengan tumpukan makanan dimeja

adakah tangis benar benar tangis
diantara tangis-tangis yang menangis
kukira hentikan sandiwara yang menampang ini
karena sekedar tuntutan peran

kafe-kafe yang menyuarakan suara tentang tangis

Kamis, 11 November 2010

?

Hal yang tak terungkap
Menghardik mencerca, terkebiri jiwa.
Tersisa tinggal hitam dan putih.
Bertanya?

Membokar rasa yang kian jengah.
Persatan dengan rasa ini.
Hancurkan saja semuanya.
Biar semua kembali semula.
Sang hakim memberi ?
Terhempas

Masih aja bulan disejajarkan dengan mimpi
Tak ada nilai dalamnya
Jika rasa yang kian jengah
Berkoar demi rasa
(raung, 11/10)

Selasa, 19 Oktober 2010

persembahan lupa

menyalurkan asupan
lama terpendam
tiba-tiba mengurai entah kemana

renungan sebuah pengharapan bahwa akan datang
sesembahan atau persembahan
kata-kata lain bermunculan menghardikku

Milan Kundera mengekek
sudah kukatakan tentang lupa
bahwa ini adalah fakta

sebuah tragedi
perihal
drama kehidupan
mengalir pada nihilisme

penyerahan diri pada lupa
selalu dan selalu
berakhir terkapar

kau kah hidup, yang masih memberi pertanyaan tentang hidup
di antara kecamuk mencari kebermaknaan hidup

(skret, 19/10)

Minggu, 17 Oktober 2010

kotak angka

waktu
apa itu?
denting jarum merah yang menggerakan jarum hitam
atau runtutan peristiwa
peristiwa apa?
aku hanya duduk
mengamati jarum panjang lambat bergerak

aku kembali mengamati jarum panjang di angka 4 terpanjang di dinding
setelah berlalu
angka 4 yang menjadi bagian dari angka-angka
menyerap dan membawa resah
walau kembali

munkin mitos sisifus
yang selalu mengulangi peristiwa yang sama
tidak elakku
dalam jarum yang sama, makna yang berbeda
dunia ini nihil elakku yang lain
seberapa nihil kehidupan jawabku.
lalu apa itu nihil

apa yang kau ketahui dari hidup
hanya putaran jarum
dan tiap putaran terbisit makna

jika benar bermakna, siapa pemberi makna
kaukah itu sang pemberi makna
Ataukah……….

aku mengamati jarum panjang di angka 4
Suasana sepi, hanya nyala lampu penerang ruangan
hanya kotak yang berisikan angka-angka
cukup bermaknakah?

(Sekret, 18/10)

Kamis, 14 Oktober 2010

Celotehan

hampir 3 jam terhabiskan
hanya untuk mundar-mandir buka blog orang
rasanya ingin menampar pipiku,

bagimana mungkin jika aku mengaku seorang penulis
melihat blogku yang kosong melompong
memang terdap coretan-coretan tak karuan
aku terpana melihat kontemplasi mereka untuk hanya menyampai kata-kata

kata mereka menulis mudah,
kata mereka, tulislah apa saja
Kata mereka, selalu dan selalu

Kataku, menulis sukar
karena aku kurang mencintai tulisan,
dan selalu terjebak dengan kata pertama
Perjalanan pun tak selama menarik
aku hanya melihat mobil-mobil yang berseliweran
Kemacetan menjadi pemandangan pengap

Rabu, 13 Oktober 2010

Bayangan dalam Hujan

1. menghitam langit, namun belum muncul jua
galau benar dibuatnya
orang-orang berhambur terhampar

suara telah tergantikan
tiba-tiba SMS masuk “hujan”
kata yang memaksa
iya, aku masih mengintip di balik jendela dan membiarkan terpaan air yang menampar wajahku

masihkah kau menanti dan berharap akan datang hujan
muak, mungkin kata yang hadir
namun, hujan tetaplah hujan

tanganku tak kuasa membuat kata
sekedar kata, kata yang mewakili rasa
rasa ini terlalu mencerca pikiranku
hujan mereda, namun kata tak muncul

2. ada yang tertinggal
yang selalu tersangkut dihati
apakah kau mengerti?

saat semua terjebak dalam dua jiwa
jiwa yang selalu menghadirkan sisi lain
tak bisa ditafsirkan kehidupan ini
aku merasakan tiap-tiap detik resahku

saat kau minta hadirku dengan sejuta kata
kata yang coba kupersembahkan untukmu, sayangku

namun, kata-kata yang kugali, terasa begitu dalam
menyayat kehidupanku
hingga aku bermaksud menghadirkan sisi lain
aku menulis, menguntitmu, dengan pertanyaan,
namun, ada yang tertinggal
hingga surat itu tak kunjung berada di hadapanmu

aku tak kuasa melawan hidupku
benarkah aku menguasai hidup atau dikuasai hidup
terombang ambing benar rasa ini

saat katamu tentang rasa
tak usah kau ucapkan aku merasakan tentang rasamu
rasamu yang membuat aku tak mengerti dengan rasa ini
bagaimana mungkin saat aku menyakini
lalu aku menghapus

3. ada yang tertinggal
semua hanya dalam abstraksi kehidupan
jalani kehidupan dua dimensi
benarkah ini nyata, atau sekedar permainan yang bermain dalam sadarku
lalu permainan ini yang sedang melintas dalam kehidupan
mengkibiri arti yang terkurai, dalam pangkuan sang hujan di pagi hari

4. ada yang tertinggal
matahari melambat menyapa
terpaan kata yang melayang beserta guyuran hujan
aku hanya duduk termenung dengan kata-kata yang tertinggal kala hujan

(saat hujan pagi hari, penuh lamunan,sekret,11/10)

Kamis, 07 Oktober 2010

penyerahan diri

sengaja aku berjalan hanya untuk mencari secangkir kopi hitam
mata masih enggan terpejam
duduk deretan pojok bersama gelak tawa, mata yang asik melihat layar berbicara

pesan apa?
seorang siap menyiapkan kopi

berharap semua terlarut dalam paduan rasa
rasa yang beradu antar pahit dan manis

mereka masih berkata, tertawa
masih saja sama

biarkan aku menikmati seteguk saja dengan damai
melarutkan sejuta rasa

dan biarkan aku melanjutkan nikmatku
diantara dunia, dunia.
sisi lain yang saling berjibaku
hamparan ruang imajinasi yang terbuai

untuk bersetubuh dengan kentalnya kopi hitam
sebagai penyerahan diri
diantara hitam kental pahit

untuk apa?
hanya untuk memberikan rasa baru

Kamis, 09 September 2010

Suara Malam Fitri

Hujan mulai reda
Namun, rasa dingin masih terasa

Suara-suara mulai beradu
petasan
Gema takbir
Dering hp

Aku ingin mendengar suar hati
Suara yang kuar dari hati
Dengan keikalasan memberi dan menerima
Bukan karena iba
Atau pun berharap diberi

Seperti kau Tuhan
Yang tak pandang memberi
Bagi yang meminta

Semoga terdapat
Dikeramian jiwa-jiwa berdosa

cahaya
Yang benderang dari kelamnya dosa
Hingga kita menjadi Fitri

Kamis, 04 Maret 2010

Menggali Kata

Awan kelabu
Menghampiri penggali kata.
Tak seperti penggali kubur.
Atas kematian.
Isak tangis.

Dalam kematian cukup menyeburkan diri dalam air mata.
Mencerca dengan kata yang mati.

Mencari kata, tuk secuil harapan.
Dari huruf entah berantah.

Muak dengan rasa menyesak.
Menengok dalam celah-celah hampa.
Tersampir dalam kursor kosong.
Untuk secarik kata ”Rindu”.
Ini bukan saja sekelebat kata.

Kupersembahkan kata ini untukmu
Dalam bingkisan awan kelabu.
Untuk penggali kata.
(senja)

Senin, 01 Maret 2010

Hujan Terlambat Turun

Detik yang memutar
Dan kembali pada angka yang sama
Hingga terbangun
Tersandarkan tentang waktu membawa pada alam
Alam tentang sebuah pertanyaan kian ngejelimet
Menyesakan dada
Yang memaksaku untuk mengurainya
Semua telah berlalu
Dalam kata yang tak berujar

Seperti hendak ku kata padamu
Sebagaimana kau menanti hujan kala panas
Yang di rundung gelisah
Hingga kau menggundah
Lolongan harap akan hujan

Bukankah penantian ini yang kian merasa indah
Bila waktunya akan menemukan organisme

Hingga alam menjawab
Lalu membiarkan langit menumpah tetesan air
Tanah telah membasah
air telah benar-benar turun
apa yang hendak kau lakukan

apakah kau akan membirakan tiap-tiap air yang berjatuhan membasah rambutmu
lalu kau menguraikan rambut indahmu
bertelanjang kaki sambil mencipratkan tiap genangan air
sambil berteriak dalam derasnya guyuran hujan

atau biarkan saja semuanya membius kau, hingga membawamu dalam dunia sana
saat pagi kau buka jendala menyakisikan tiap tetes membasah pekerangan rumah
perlahan senyum menyambut hari

atau biarkan waktu menghenyap saat kita menyaksikan hujan dari jendala
membiarkan dunia terbang
menembus dinding diantara kita

Kamis, 28 Januari 2010

untuk rasa yang merasa dalam senja


racikan lalu kita nikmati secangkir kopi
bersama langit yang telah menguning
kau duduk disampingku menyandarkan senyum

hening menyelinap antara panduan asmara
selarik kata yang terbata-bata mengempas sunyi
meredup lalu terbakar

biarkan kata menjadi diam
menghening sejenak tentang diri
dalam aroma kopi

dan biarkan rasa yang mengulapas
mengalir dan membuih
hingga menjadi segumpal kata cinta

untuk rasa yang merasa dalam senja
saat waktu yang terus berdetik

Rabu, 20 Januari 2010

kematian rasa

tak kurasa denyut
menjalar dalam rongga-rongga
semua terasa kelu

menyengat bau amis
butiran melenyap
mencerca rasa
meleleh, melebur
mengekor

saat kata sukar terucap
tersendap dalam tabir
warna pun memudar


rasakan padanya tentang jiwa
bahwa yakin mengugah rasa
menjalarkan jiwa

Sabtu, 16 Januari 2010

Melirik, mentap senyum cukup mengugah rasa.
Seperti halnya terhidangkan kopi dan roko.
berpadu menari-nari
menggores dalam lembaran

penafsir
membias rasa
mengikis makna
hanya cuilan-cuilan yang terlontar

tak perlu tafsir
cukup diam dan biarkan senja melebur
dawai hati yang mendendang
Melirik, mentap cukup mengugah rasa.
Seperti halnya terhidangkan kopi dan roko.
berpadu menari-nari
tergores dalam lembaran

Sabtu, 09 Januari 2010

Fajar menyambut “Bunga Liar”

Bagaimana dengan mimpimu
Setelah malam menemanimu

Setelah senyum yang kau tancapkan dalam dadaku
Menguak dalam tiap-tiap malam
Tentang rona merah pipimu dalam senyum manis

Lihahatlah halaman depanmu
Tetesan yang menjatuhkan diri dari lembar daun
Nikmati tiap tetes
Seperti kau nikmati kopi

Tersenyumlah
Tak usah kau tanyakan cara bagaimana tersenyum
Karena ia mengetahui dengan caranya sendiri

Dan biarkan waktu menuntunmu
Membiarkan makna mengujar ke permukaan
Hingga kau menggoresnya dalam lembaran kalbumu

Menyelimuti Labirin

Kau tamparkan
Mengenyut
Menyabik rasa
Mengukir makna
Mengepas galau
Yang meluncur dalam labirin


Taukah kamu apa yang ada
Dalam hidangan kopi

Entahlah
Mengepas
Menuju sisi-sisi

Bersandar roko
Berhambur
Dahaga
Mencerna perkata

“duduklah disampingku dan kita nikmati senja,
sambut rasa dan tuangkan rasa dalam kertas”

Kamis, 07 Januari 2010

Di tepi kita duduk

Menatap hamparan yang tak menepi
Riuk air dalam hembusan angin
terhempas tatapan hampa

Mulut kian membisu
Saat rasa kian menguak
Tatap menatap gelisah
Terasa kian mencekik
Hanya ingin berujar
Biarkan aku disamping
Menghempaskan bisu
untuk seuntai kata kasih
saat cinta bermain-main dengan tuannya

perempuan yang membawa sebuah pesan
pesan untuk hari yang cerah
pesan untuk kau antarkan kesejukan
setelah penyambutan malam
biarkan angin meyibak
melayang terbang

Menyakisakan burung yang menari mesra
Garis yang berjarak
Sebutir untaian merah menghitam

Kasih dalam lamunan
Yang kian menepi
Saat kita berhangatan
Dalam hembusan nafas

Kau begitu dekat
Saat jarak tak bertepi
Tepian yang hendak digapai
Menatap
gemercik air bermain
yang tak bertepi

(muara angke)