Secuap kata terhempas ditelan kesunyian
Lolongan anjing pemecah
Hening kembali hadir
Malampun mempermainkan jiwaku
Menghadirkan seribu kata satu pertanyaan
Dimana?
Jawaban yang tak kunjung memdapatkan kepuasan
Lelah
Membiarkan teka-teki terurai
Dengan pertaruhan di meja judi
Kuisap kembali sisa rokok
Duduk ku dalam hingar bingar lampu
Menatap gedung yang kokoh
Namun, aku bukan disini
Dan bukan aku
(Taman Ismail Marzuki, 12/12/10)
Senin, 13 Desember 2010
Sabtu, 13 November 2010
kematian benteng
suara yang pernah kuagung-agungkan
memudar
hancur
lebur
kenapa?
kiranya cukup permainan gejolak
yang melelahkan
suara-suara lain mengiang
(sekret,13/10, matahari hendak muncul)
memudar
hancur
lebur
kenapa?
kiranya cukup permainan gejolak
yang melelahkan
suara-suara lain mengiang
(sekret,13/10, matahari hendak muncul)
Jumat, 12 November 2010
adakah tangis benar benar tangis
ada tangis
ada tawa
tertawa ditengah tangis
tangis ditengah tawa
siapa yang menangis
dan siapa yang tertawa
pengorban untuk kehidupan
korbakan untuk rasa
simpatikah
atau rasa sekedar pembalut pandang
cukuplah tangis mengisi pembendaharaan kata
yang terangkum dalam ribu-ribu lembar-lembar
jika hati yang menangis
untuk meratapi
atau kita akan tertawa
sambil berbicara tentang kemanusian di kafe-kafe
dengan tumpukan makanan dimeja
adakah tangis benar benar tangis
diantara tangis-tangis yang menangis
kukira hentikan sandiwara yang menampang ini
karena sekedar tuntutan peran
kafe-kafe yang menyuarakan suara tentang tangis
ada tawa
tertawa ditengah tangis
tangis ditengah tawa
siapa yang menangis
dan siapa yang tertawa
pengorban untuk kehidupan
korbakan untuk rasa
simpatikah
atau rasa sekedar pembalut pandang
cukuplah tangis mengisi pembendaharaan kata
yang terangkum dalam ribu-ribu lembar-lembar
jika hati yang menangis
untuk meratapi
atau kita akan tertawa
sambil berbicara tentang kemanusian di kafe-kafe
dengan tumpukan makanan dimeja
adakah tangis benar benar tangis
diantara tangis-tangis yang menangis
kukira hentikan sandiwara yang menampang ini
karena sekedar tuntutan peran
kafe-kafe yang menyuarakan suara tentang tangis
Kamis, 11 November 2010
?
Hal yang tak terungkap
Menghardik mencerca, terkebiri jiwa.
Tersisa tinggal hitam dan putih.
Bertanya?
Membokar rasa yang kian jengah.
Persatan dengan rasa ini.
Hancurkan saja semuanya.
Biar semua kembali semula.
Sang hakim memberi ?
Terhempas
Masih aja bulan disejajarkan dengan mimpi
Tak ada nilai dalamnya
Jika rasa yang kian jengah
Berkoar demi rasa
(raung, 11/10)
Menghardik mencerca, terkebiri jiwa.
Tersisa tinggal hitam dan putih.
Bertanya?
Membokar rasa yang kian jengah.
Persatan dengan rasa ini.
Hancurkan saja semuanya.
Biar semua kembali semula.
Sang hakim memberi ?
Terhempas
Masih aja bulan disejajarkan dengan mimpi
Tak ada nilai dalamnya
Jika rasa yang kian jengah
Berkoar demi rasa
(raung, 11/10)
Selasa, 19 Oktober 2010
persembahan lupa
menyalurkan asupan
lama terpendam
tiba-tiba mengurai entah kemana
renungan sebuah pengharapan bahwa akan datang
sesembahan atau persembahan
kata-kata lain bermunculan menghardikku
Milan Kundera mengekek
sudah kukatakan tentang lupa
bahwa ini adalah fakta
sebuah tragedi
perihal
drama kehidupan
mengalir pada nihilisme
penyerahan diri pada lupa
selalu dan selalu
berakhir terkapar
kau kah hidup, yang masih memberi pertanyaan tentang hidup
di antara kecamuk mencari kebermaknaan hidup
(skret, 19/10)
lama terpendam
tiba-tiba mengurai entah kemana
renungan sebuah pengharapan bahwa akan datang
sesembahan atau persembahan
kata-kata lain bermunculan menghardikku
Milan Kundera mengekek
sudah kukatakan tentang lupa
bahwa ini adalah fakta
sebuah tragedi
perihal
drama kehidupan
mengalir pada nihilisme
penyerahan diri pada lupa
selalu dan selalu
berakhir terkapar
kau kah hidup, yang masih memberi pertanyaan tentang hidup
di antara kecamuk mencari kebermaknaan hidup
(skret, 19/10)
Minggu, 17 Oktober 2010
kotak angka
waktu
apa itu?
denting jarum merah yang menggerakan jarum hitam
atau runtutan peristiwa
peristiwa apa?
aku hanya duduk
mengamati jarum panjang lambat bergerak
aku kembali mengamati jarum panjang di angka 4 terpanjang di dinding
setelah berlalu
angka 4 yang menjadi bagian dari angka-angka
menyerap dan membawa resah
walau kembali
munkin mitos sisifus
yang selalu mengulangi peristiwa yang sama
tidak elakku
dalam jarum yang sama, makna yang berbeda
dunia ini nihil elakku yang lain
seberapa nihil kehidupan jawabku.
lalu apa itu nihil
apa yang kau ketahui dari hidup
hanya putaran jarum
dan tiap putaran terbisit makna
jika benar bermakna, siapa pemberi makna
kaukah itu sang pemberi makna
Ataukah……….
aku mengamati jarum panjang di angka 4
Suasana sepi, hanya nyala lampu penerang ruangan
hanya kotak yang berisikan angka-angka
cukup bermaknakah?
(Sekret, 18/10)
apa itu?
denting jarum merah yang menggerakan jarum hitam
atau runtutan peristiwa
peristiwa apa?
aku hanya duduk
mengamati jarum panjang lambat bergerak
aku kembali mengamati jarum panjang di angka 4 terpanjang di dinding
setelah berlalu
angka 4 yang menjadi bagian dari angka-angka
menyerap dan membawa resah
walau kembali
munkin mitos sisifus
yang selalu mengulangi peristiwa yang sama
tidak elakku
dalam jarum yang sama, makna yang berbeda
dunia ini nihil elakku yang lain
seberapa nihil kehidupan jawabku.
lalu apa itu nihil
apa yang kau ketahui dari hidup
hanya putaran jarum
dan tiap putaran terbisit makna
jika benar bermakna, siapa pemberi makna
kaukah itu sang pemberi makna
Ataukah……….
aku mengamati jarum panjang di angka 4
Suasana sepi, hanya nyala lampu penerang ruangan
hanya kotak yang berisikan angka-angka
cukup bermaknakah?
(Sekret, 18/10)
Kamis, 14 Oktober 2010
Celotehan
hampir 3 jam terhabiskan
hanya untuk mundar-mandir buka blog orang
rasanya ingin menampar pipiku,
bagimana mungkin jika aku mengaku seorang penulis
melihat blogku yang kosong melompong
memang terdap coretan-coretan tak karuan
aku terpana melihat kontemplasi mereka untuk hanya menyampai kata-kata
kata mereka menulis mudah,
kata mereka, tulislah apa saja
Kata mereka, selalu dan selalu
Kataku, menulis sukar
karena aku kurang mencintai tulisan,
dan selalu terjebak dengan kata pertama
Perjalanan pun tak selama menarik
aku hanya melihat mobil-mobil yang berseliweran
Kemacetan menjadi pemandangan pengap
hanya untuk mundar-mandir buka blog orang
rasanya ingin menampar pipiku,
bagimana mungkin jika aku mengaku seorang penulis
melihat blogku yang kosong melompong
memang terdap coretan-coretan tak karuan
aku terpana melihat kontemplasi mereka untuk hanya menyampai kata-kata
kata mereka menulis mudah,
kata mereka, tulislah apa saja
Kata mereka, selalu dan selalu
Kataku, menulis sukar
karena aku kurang mencintai tulisan,
dan selalu terjebak dengan kata pertama
Perjalanan pun tak selama menarik
aku hanya melihat mobil-mobil yang berseliweran
Kemacetan menjadi pemandangan pengap
Rabu, 13 Oktober 2010
Bayangan dalam Hujan
1. menghitam langit, namun belum muncul jua
galau benar dibuatnya
orang-orang berhambur terhampar
suara telah tergantikan
tiba-tiba SMS masuk “hujan”
kata yang memaksa
iya, aku masih mengintip di balik jendela dan membiarkan terpaan air yang menampar wajahku
masihkah kau menanti dan berharap akan datang hujan
muak, mungkin kata yang hadir
namun, hujan tetaplah hujan
tanganku tak kuasa membuat kata
sekedar kata, kata yang mewakili rasa
rasa ini terlalu mencerca pikiranku
hujan mereda, namun kata tak muncul
2. ada yang tertinggal
yang selalu tersangkut dihati
apakah kau mengerti?
saat semua terjebak dalam dua jiwa
jiwa yang selalu menghadirkan sisi lain
tak bisa ditafsirkan kehidupan ini
aku merasakan tiap-tiap detik resahku
saat kau minta hadirku dengan sejuta kata
kata yang coba kupersembahkan untukmu, sayangku
namun, kata-kata yang kugali, terasa begitu dalam
menyayat kehidupanku
hingga aku bermaksud menghadirkan sisi lain
aku menulis, menguntitmu, dengan pertanyaan,
namun, ada yang tertinggal
hingga surat itu tak kunjung berada di hadapanmu
aku tak kuasa melawan hidupku
benarkah aku menguasai hidup atau dikuasai hidup
terombang ambing benar rasa ini
saat katamu tentang rasa
tak usah kau ucapkan aku merasakan tentang rasamu
rasamu yang membuat aku tak mengerti dengan rasa ini
bagaimana mungkin saat aku menyakini
lalu aku menghapus
3. ada yang tertinggal
semua hanya dalam abstraksi kehidupan
jalani kehidupan dua dimensi
benarkah ini nyata, atau sekedar permainan yang bermain dalam sadarku
lalu permainan ini yang sedang melintas dalam kehidupan
mengkibiri arti yang terkurai, dalam pangkuan sang hujan di pagi hari
4. ada yang tertinggal
matahari melambat menyapa
terpaan kata yang melayang beserta guyuran hujan
aku hanya duduk termenung dengan kata-kata yang tertinggal kala hujan
(saat hujan pagi hari, penuh lamunan,sekret,11/10)
galau benar dibuatnya
orang-orang berhambur terhampar
suara telah tergantikan
tiba-tiba SMS masuk “hujan”
kata yang memaksa
iya, aku masih mengintip di balik jendela dan membiarkan terpaan air yang menampar wajahku
masihkah kau menanti dan berharap akan datang hujan
muak, mungkin kata yang hadir
namun, hujan tetaplah hujan
tanganku tak kuasa membuat kata
sekedar kata, kata yang mewakili rasa
rasa ini terlalu mencerca pikiranku
hujan mereda, namun kata tak muncul
2. ada yang tertinggal
yang selalu tersangkut dihati
apakah kau mengerti?
saat semua terjebak dalam dua jiwa
jiwa yang selalu menghadirkan sisi lain
tak bisa ditafsirkan kehidupan ini
aku merasakan tiap-tiap detik resahku
saat kau minta hadirku dengan sejuta kata
kata yang coba kupersembahkan untukmu, sayangku
namun, kata-kata yang kugali, terasa begitu dalam
menyayat kehidupanku
hingga aku bermaksud menghadirkan sisi lain
aku menulis, menguntitmu, dengan pertanyaan,
namun, ada yang tertinggal
hingga surat itu tak kunjung berada di hadapanmu
aku tak kuasa melawan hidupku
benarkah aku menguasai hidup atau dikuasai hidup
terombang ambing benar rasa ini
saat katamu tentang rasa
tak usah kau ucapkan aku merasakan tentang rasamu
rasamu yang membuat aku tak mengerti dengan rasa ini
bagaimana mungkin saat aku menyakini
lalu aku menghapus
3. ada yang tertinggal
semua hanya dalam abstraksi kehidupan
jalani kehidupan dua dimensi
benarkah ini nyata, atau sekedar permainan yang bermain dalam sadarku
lalu permainan ini yang sedang melintas dalam kehidupan
mengkibiri arti yang terkurai, dalam pangkuan sang hujan di pagi hari
4. ada yang tertinggal
matahari melambat menyapa
terpaan kata yang melayang beserta guyuran hujan
aku hanya duduk termenung dengan kata-kata yang tertinggal kala hujan
(saat hujan pagi hari, penuh lamunan,sekret,11/10)
Kamis, 07 Oktober 2010
penyerahan diri
sengaja aku berjalan hanya untuk mencari secangkir kopi hitam
mata masih enggan terpejam
duduk deretan pojok bersama gelak tawa, mata yang asik melihat layar berbicara
pesan apa?
seorang siap menyiapkan kopi
berharap semua terlarut dalam paduan rasa
rasa yang beradu antar pahit dan manis
mereka masih berkata, tertawa
masih saja sama
biarkan aku menikmati seteguk saja dengan damai
melarutkan sejuta rasa
dan biarkan aku melanjutkan nikmatku
diantara dunia, dunia.
sisi lain yang saling berjibaku
hamparan ruang imajinasi yang terbuai
untuk bersetubuh dengan kentalnya kopi hitam
sebagai penyerahan diri
diantara hitam kental pahit
untuk apa?
hanya untuk memberikan rasa baru
mata masih enggan terpejam
duduk deretan pojok bersama gelak tawa, mata yang asik melihat layar berbicara
pesan apa?
seorang siap menyiapkan kopi
berharap semua terlarut dalam paduan rasa
rasa yang beradu antar pahit dan manis
mereka masih berkata, tertawa
masih saja sama
biarkan aku menikmati seteguk saja dengan damai
melarutkan sejuta rasa
dan biarkan aku melanjutkan nikmatku
diantara dunia, dunia.
sisi lain yang saling berjibaku
hamparan ruang imajinasi yang terbuai
untuk bersetubuh dengan kentalnya kopi hitam
sebagai penyerahan diri
diantara hitam kental pahit
untuk apa?
hanya untuk memberikan rasa baru
Kamis, 09 September 2010
Suara Malam Fitri
Hujan mulai reda
Namun, rasa dingin masih terasa
Suara-suara mulai beradu
petasan
Gema takbir
Dering hp
Aku ingin mendengar suar hati
Suara yang kuar dari hati
Dengan keikalasan memberi dan menerima
Bukan karena iba
Atau pun berharap diberi
Seperti kau Tuhan
Yang tak pandang memberi
Bagi yang meminta
Semoga terdapat
Dikeramian jiwa-jiwa berdosa
cahaya
Yang benderang dari kelamnya dosa
Hingga kita menjadi Fitri
Namun, rasa dingin masih terasa
Suara-suara mulai beradu
petasan
Gema takbir
Dering hp
Aku ingin mendengar suar hati
Suara yang kuar dari hati
Dengan keikalasan memberi dan menerima
Bukan karena iba
Atau pun berharap diberi
Seperti kau Tuhan
Yang tak pandang memberi
Bagi yang meminta
Semoga terdapat
Dikeramian jiwa-jiwa berdosa
cahaya
Yang benderang dari kelamnya dosa
Hingga kita menjadi Fitri
Kamis, 04 Maret 2010
Menggali Kata
Awan kelabu
Menghampiri penggali kata.
Tak seperti penggali kubur.
Atas kematian.
Isak tangis.
Dalam kematian cukup menyeburkan diri dalam air mata.
Mencerca dengan kata yang mati.
Mencari kata, tuk secuil harapan.
Dari huruf entah berantah.
Muak dengan rasa menyesak.
Menengok dalam celah-celah hampa.
Tersampir dalam kursor kosong.
Untuk secarik kata ”Rindu”.
Ini bukan saja sekelebat kata.
Kupersembahkan kata ini untukmu
Dalam bingkisan awan kelabu.
Untuk penggali kata.
(senja)
Menghampiri penggali kata.
Tak seperti penggali kubur.
Atas kematian.
Isak tangis.
Dalam kematian cukup menyeburkan diri dalam air mata.
Mencerca dengan kata yang mati.
Mencari kata, tuk secuil harapan.
Dari huruf entah berantah.
Muak dengan rasa menyesak.
Menengok dalam celah-celah hampa.
Tersampir dalam kursor kosong.
Untuk secarik kata ”Rindu”.
Ini bukan saja sekelebat kata.
Kupersembahkan kata ini untukmu
Dalam bingkisan awan kelabu.
Untuk penggali kata.
(senja)
Senin, 01 Maret 2010
Hujan Terlambat Turun
Detik yang memutar
Dan kembali pada angka yang sama
Hingga terbangun
Tersandarkan tentang waktu membawa pada alam
Alam tentang sebuah pertanyaan kian ngejelimet
Menyesakan dada
Yang memaksaku untuk mengurainya
Semua telah berlalu
Dalam kata yang tak berujar
Seperti hendak ku kata padamu
Sebagaimana kau menanti hujan kala panas
Yang di rundung gelisah
Hingga kau menggundah
Lolongan harap akan hujan
Bukankah penantian ini yang kian merasa indah
Bila waktunya akan menemukan organisme
Hingga alam menjawab
Lalu membiarkan langit menumpah tetesan air
Tanah telah membasah
air telah benar-benar turun
apa yang hendak kau lakukan
apakah kau akan membirakan tiap-tiap air yang berjatuhan membasah rambutmu
lalu kau menguraikan rambut indahmu
bertelanjang kaki sambil mencipratkan tiap genangan air
sambil berteriak dalam derasnya guyuran hujan
atau biarkan saja semuanya membius kau, hingga membawamu dalam dunia sana
saat pagi kau buka jendala menyakisikan tiap tetes membasah pekerangan rumah
perlahan senyum menyambut hari
atau biarkan waktu menghenyap saat kita menyaksikan hujan dari jendala
membiarkan dunia terbang
menembus dinding diantara kita
Dan kembali pada angka yang sama
Hingga terbangun
Tersandarkan tentang waktu membawa pada alam
Alam tentang sebuah pertanyaan kian ngejelimet
Menyesakan dada
Yang memaksaku untuk mengurainya
Semua telah berlalu
Dalam kata yang tak berujar
Seperti hendak ku kata padamu
Sebagaimana kau menanti hujan kala panas
Yang di rundung gelisah
Hingga kau menggundah
Lolongan harap akan hujan
Bukankah penantian ini yang kian merasa indah
Bila waktunya akan menemukan organisme
Hingga alam menjawab
Lalu membiarkan langit menumpah tetesan air
Tanah telah membasah
air telah benar-benar turun
apa yang hendak kau lakukan
apakah kau akan membirakan tiap-tiap air yang berjatuhan membasah rambutmu
lalu kau menguraikan rambut indahmu
bertelanjang kaki sambil mencipratkan tiap genangan air
sambil berteriak dalam derasnya guyuran hujan
atau biarkan saja semuanya membius kau, hingga membawamu dalam dunia sana
saat pagi kau buka jendala menyakisikan tiap tetes membasah pekerangan rumah
perlahan senyum menyambut hari
atau biarkan waktu menghenyap saat kita menyaksikan hujan dari jendala
membiarkan dunia terbang
menembus dinding diantara kita
Kamis, 28 Januari 2010
untuk rasa yang merasa dalam senja

racikan lalu kita nikmati secangkir kopi
bersama langit yang telah menguning
kau duduk disampingku menyandarkan senyum
hening menyelinap antara panduan asmara
selarik kata yang terbata-bata mengempas sunyi
meredup lalu terbakar
biarkan kata menjadi diam
menghening sejenak tentang diri
dalam aroma kopi
dan biarkan rasa yang mengulapas
mengalir dan membuih
hingga menjadi segumpal kata cinta
untuk rasa yang merasa dalam senja
saat waktu yang terus berdetik
Rabu, 20 Januari 2010
kematian rasa
tak kurasa denyut
menjalar dalam rongga-rongga
semua terasa kelu
menyengat bau amis
butiran melenyap
mencerca rasa
meleleh, melebur
mengekor
saat kata sukar terucap
tersendap dalam tabir
warna pun memudar
rasakan padanya tentang jiwa
bahwa yakin mengugah rasa
menjalarkan jiwa
menjalar dalam rongga-rongga
semua terasa kelu
menyengat bau amis
butiran melenyap
mencerca rasa
meleleh, melebur
mengekor
saat kata sukar terucap
tersendap dalam tabir
warna pun memudar
rasakan padanya tentang jiwa
bahwa yakin mengugah rasa
menjalarkan jiwa
Sabtu, 16 Januari 2010
Sabtu, 09 Januari 2010
Fajar menyambut “Bunga Liar”
Bagaimana dengan mimpimu
Setelah malam menemanimu
Setelah senyum yang kau tancapkan dalam dadaku
Menguak dalam tiap-tiap malam
Tentang rona merah pipimu dalam senyum manis
Lihahatlah halaman depanmu
Tetesan yang menjatuhkan diri dari lembar daun
Nikmati tiap tetes
Seperti kau nikmati kopi
Tersenyumlah
Tak usah kau tanyakan cara bagaimana tersenyum
Karena ia mengetahui dengan caranya sendiri
Dan biarkan waktu menuntunmu
Membiarkan makna mengujar ke permukaan
Hingga kau menggoresnya dalam lembaran kalbumu
Setelah malam menemanimu
Setelah senyum yang kau tancapkan dalam dadaku
Menguak dalam tiap-tiap malam
Tentang rona merah pipimu dalam senyum manis
Lihahatlah halaman depanmu
Tetesan yang menjatuhkan diri dari lembar daun
Nikmati tiap tetes
Seperti kau nikmati kopi
Tersenyumlah
Tak usah kau tanyakan cara bagaimana tersenyum
Karena ia mengetahui dengan caranya sendiri
Dan biarkan waktu menuntunmu
Membiarkan makna mengujar ke permukaan
Hingga kau menggoresnya dalam lembaran kalbumu
Menyelimuti Labirin
Kau tamparkan
Mengenyut
Menyabik rasa
Mengukir makna
Mengepas galau
Yang meluncur dalam labirin
Taukah kamu apa yang ada
Dalam hidangan kopi
Entahlah
Mengepas
Menuju sisi-sisi
Bersandar roko
Berhambur
Dahaga
Mencerna perkata
“duduklah disampingku dan kita nikmati senja,
sambut rasa dan tuangkan rasa dalam kertas”
Mengenyut
Menyabik rasa
Mengukir makna
Mengepas galau
Yang meluncur dalam labirin
Taukah kamu apa yang ada
Dalam hidangan kopi
Entahlah
Mengepas
Menuju sisi-sisi
Bersandar roko
Berhambur
Dahaga
Mencerna perkata
“duduklah disampingku dan kita nikmati senja,
sambut rasa dan tuangkan rasa dalam kertas”
Kamis, 07 Januari 2010
Di tepi kita duduk
Menatap hamparan yang tak menepi
Riuk air dalam hembusan angin
terhempas tatapan hampa
Mulut kian membisu
Saat rasa kian menguak
Tatap menatap gelisah
Terasa kian mencekik
Hanya ingin berujar
Biarkan aku disamping
Menghempaskan bisu
untuk seuntai kata kasih
saat cinta bermain-main dengan tuannya
perempuan yang membawa sebuah pesan
pesan untuk hari yang cerah
pesan untuk kau antarkan kesejukan
setelah penyambutan malam
biarkan angin meyibak
melayang terbang
Menyakisakan burung yang menari mesra
Garis yang berjarak
Sebutir untaian merah menghitam
Kasih dalam lamunan
Yang kian menepi
Saat kita berhangatan
Dalam hembusan nafas
Kau begitu dekat
Saat jarak tak bertepi
Tepian yang hendak digapai
Menatap
gemercik air bermain
yang tak bertepi
(muara angke)
Riuk air dalam hembusan angin
terhempas tatapan hampa
Mulut kian membisu
Saat rasa kian menguak
Tatap menatap gelisah
Terasa kian mencekik
Hanya ingin berujar
Biarkan aku disamping
Menghempaskan bisu
untuk seuntai kata kasih
saat cinta bermain-main dengan tuannya
perempuan yang membawa sebuah pesan
pesan untuk hari yang cerah
pesan untuk kau antarkan kesejukan
setelah penyambutan malam
biarkan angin meyibak
melayang terbang
Menyakisakan burung yang menari mesra
Garis yang berjarak
Sebutir untaian merah menghitam
Kasih dalam lamunan
Yang kian menepi
Saat kita berhangatan
Dalam hembusan nafas
Kau begitu dekat
Saat jarak tak bertepi
Tepian yang hendak digapai
Menatap
gemercik air bermain
yang tak bertepi
(muara angke)
Langganan:
Postingan (Atom)